Mengapa Pedoman Ajaran Islam di Setiap Negara Bisa Berbeda-Beda?
Mengapa praktik ajaran Islam berbeda-beda di berbagai negara? Temukan jawabannya dari sisi fiqih, budaya, dan ijtihad para ulama.
Islam Itu Satu, Tapi Praktiknya Bisa Berbeda
Islam adalah agama yang sempurna dan menyeluruh. Namun, ketika kita melihat ke berbagai penjuru dunia, sering kali kita menemukan perbedaan dalam praktik ibadah, cara berpakaian, aturan muamalah, hingga fatwa yang berlaku. Misalnya, adzan Subuh di Indonesia ada "ash-shalaatu khayrun minan naum", di beberapa negara tidak. Begitu pula soal berjabat tangan, cara shalat, hingga penentuan awal Ramadhan dan Idul Fitri.
Apakah Islam tidak konsisten? Tentu tidak. Inilah yang akan kita bahas.
1. Sumber Ajaran Islam Tetap Sama
Hal pertama yang harus dipahami adalah bahwa Al-Qur'an dan Sunnah Nabi SAW adalah pedoman yang universal. Tidak ada perbedaan dalam dua sumber utama ini. Namun, penerapan dan penafsiran terhadap nash bisa berbeda tergantung konteks, budaya, dan keadaan masyarakat setempat.
Allah berfirman:
"Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat menjelaskan (ajaran) kepada mereka."
(QS. Ibrahim: 4)
2. Perbedaan Mazhab Fiqih
Salah satu penyebab perbedaan adalah karena umat Islam mengikuti mazhab fiqih yang berbeda-beda, seperti Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Masing-masing mazhab memiliki metode ijtihad dalam memahami dalil.
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata:
“Pendapatku benar, tapi bisa jadi salah. Pendapat selainku salah, tapi bisa jadi benar.”
Maka, ketika umat Islam di Yaman mengikuti Mazhab Zaidiyah, atau di Indonesia mayoritas mengikuti Syafi’i, itu adalah bagian dari kekayaan khazanah fiqih, bukan perpecahan.
3. Pengaruh Budaya dan Tradisi Lokal
Islam menghargai budaya selama tidak bertentangan dengan syariat. Maka tak heran jika cara berpakaian muslimah di Arab Saudi berbeda dengan di Indonesia, atau adat pernikahan di Sudan berbeda dengan di Malaysia.
Nabi SAW bersabda:
"Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin, maka itu baik di sisi Allah."
(HR. Ahmad)
Selama tidak melanggar prinsip syariah, tradisi lokal bisa menjadi bagian dari praktik Islam di suatu negara.
4. Kondisi Sosial dan Politik Setempat
Negara-negara mayoritas Muslim seperti Indonesia, Turki, Arab Saudi, dan Pakistan memiliki struktur sosial, politik, dan hukum yang berbeda. Maka kebijakan agama pun bisa menyesuaikan, seperti jam kerja Ramadhan, aturan azan, atau kewajiban berpakaian syar’i di tempat umum.
5. Ijtihad Ulama Lokal
Para ulama di setiap negara melakukan ijtihad terhadap masalah yang mereka hadapi. Contohnya, fatwa haramnya bunga bank di Indonesia berbeda pendekatan dengan fatwa di negara Eropa yang masih minoritas muslim.
Ijtihad yang dilakukan oleh ulama yang kompeten dan berdasarkan kaidah ushul fiqih tetap sah dan harus dihormati.
Perbedaan pedoman atau praktik ajaran Islam antar negara bukanlah bentuk pertentangan, tapi bukti bahwa Islam adalah agama yang fleksibel, menghargai ijtihad, dan mampu menyesuaikan diri dengan zaman dan tempat. Selama tetap berpegang pada Al-Qur’an, Sunnah, dan kaidah ilmiah, maka perbedaan itu adalah rahmat, bukan perpecahan.
Rasulullah SAW bersabda:
“Perbedaan di antara ulama umatku adalah rahmat.”
(HR. Al-Baihaqi)
Tag:
#IslamRahmatanLilAlamin #MazhabFiqih #UlamaDanIjtihad #FiqihKontemporer #IslamDiBerbagaiNegara #PerbedaanBukanPerpecahan #IslamItuIndah #SyariatIslam #HukumIslam #FiqihInternasional